Bismillah. Wa bihi nasta’iinu.
Allah berfirman (yang artinya), “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.” (al-Fatihah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya Allah berikan musibah untuknya.” (HR. Bukhari)
Para ulama kita mengatakan, bahwa iman itu terdiri dari dua bagian; sebagian ada pada syukur dan sebagian lagi ada pada kesabaran. Syukur ketika diberi kenikmatan, dan sabar ketika menghadapi cobaan dan musibah. Sabar bagi iman seperti kepala bagi badan. Syukur menjadi kunci pelestari nikmat dan mendatangkan kebaikan-kebaikan.
Inilah kehidupan yang kita jalani. Berbagai bentuk ujian dan cobaan Allah berikan untuk mengetahui siapakah diantara kita yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan siapa yang bersabar dalam melewati ujian dan cobaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sabar adalah cahaya.” dan “Sedekah adalah bukti yang amat gamblang.” (HR. Muslim)
Di bulan Ramadhan tahun ini kita menjumpai bertemunya berbagai bentuk kesabaran; sabar dalam menjalankan ibadah puasa, sabar dalam menghadapi musibah wabah, dan sabar untuk menjauhi hal-hal yang membuat Allah murka.
Saudaraku yang dirahmati Allah, kita semua tanpa terkecuali sangat butuh kepada bantuan dan pertolongan Allah dalam melalui cobaan ini. Kepada Allah semata kita bertawakal, dan kepada Allah pula kita memohon perlindungan dan keselamatan dari segala bahaya. Laa haula wa laa quwwata illa billah; tiada daya dan kekuatan kecuali dengan bantuan Allah…
Keyakinan bahwa Allah merupakan pencipta alam ini, Allah yang mengatur dan memeliharanya. Adalah keyakinan yang tertanam kuat di hati umat Islam. Bahkan orang-orang kafir pun secara umum mengakui keesaan Allah dalam hal rububiyah; mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta. Sebagian mereka menentangnya secara lahir tetapi hati mereka mengakuinya…
Musibah wabah yang kini melanda negeri kita dan negeri-negeri lain di muka bumi ini adalah sebuah pelajaran yang sangat-sangat berharga untuk kita. Betapa besar kekuasaan Allah sehingga virus-virus ini bisa menelan korban ribuan nyawa dalam waktu yang tidak lama. Dengan cara yang amat samar dan tidak terlihat jelas oleh mata. Bahkan tidak bisa ditepis dengan benteng pertahanan, tank, kapal perang atau pun serdadu yang gagah perkasa. Manusia berjuang keras untuk menemukan obatnya dan mencari segala macam upaya untuk selamat darinya.
Ini adalah gambaran yang sangat jelas tentang betapa lemahnya kita di hadapan Allah, dan betapa kecilnya kita di alam semesta ini. Betapa miskinnya kita di hadapan kekayaan dan kerajaan Allah yang meliputi langit dan bumi dan segala isinya. Allah pun tidak menganiaya seorang hamba dengan musibah-musibah yang menimpa. Allah tidak menzalimi siapa-siapa…
Saudaraku yang dirahmati Allah, musibah ini adalah ujian yang menempa aqidah dan keimanan kita. Sejauh mana kita bersandar kepada Allah dan bergantung kepada-Nya semata. Ataukah kita justru bergantung kepada makhluk yang amat lemah dan tidak mengetahui apa-apa. Benar, kita harus berusaha untuk lepas dan terbebas dari wabah ini, tetapi bukan artinya kita menggantungkan hati kepada selain Allah. Bahkan gantungkanlah hatimu kepada Allah semata….
Hidup ini adalah kumpulan perjalanan hari. Sehari berlalu dan berlalu pula bagian dari hidupmu. Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Wahai Anak Adam, sesungguhnya kamu adalah kumpulan hari demi hari. Setiap hari berlalu maka lenyaplah bagian dari dirimu.”
Para nabi dan orang-orang salih pun diuji. Semakin kuat imannya semakin besar pula ujiannya. Bagaimana lagi dengan kita yang penuh dengan dosa; maka musibah-musibah yang menimpa semoga itu bisa menghapus dosa kita dan membersihkan jiwa-jiwa kita. Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata, “Aku berjumpa dengan tiga puluh sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka semuanya takut dirinya terjangkiti kemunafikan.”
Para sahabat khawatir hatinya tertimpa penyakit kemunafikan; menampakkan beriman padahal hatinya kafir kepada Allah. Sementara ada orang-orang yang merasa aman dari makar dan hukuman Allah padahal dia berada di atas dosa dan penyimpangan. Sungguh kita berlindung kepada Allah dari penyakit-penyakit hati dan segala kerusakan.
Pada hari-hari ini kita pun bisa menjumpai hampir setiap orang yang kita temui merasa takut dirinya terjangkiti wabah virus Corona. Sesuatu yang wajar dan sangat beralasan, bahkan aneh apabila ada orang yang tidak khawatir terhadapnya. Karena rasa takut inilah manusia tergerak untuk menempuh segala cara untuk selamat darinya, mulai dari pembatasan fisik, menjaga jarak, menggunakan masker, menetap di rumah, tidak mudik, mengurangi kerumunan, dsb. Luar biasa!
Belum lagi kita juga melihat bagaimana manusia rela meninggalkan aktifitasnya di luar rumah demi melindungi diri dari wabah ini. Mereka pun harus menutup sebagian bisnisnya. Bahkan ada yang harus melakukan PHK terhadap pegawai dan karyawannya. Semua ini menuntut adanya kesabaran yang begitu besar dan kekuatan harapan yang kuat agar manusia tidak putus asa. Sabar, sabar, dan sabar adalah jawaban atas segala kesusahan yang kini kita hadapi bersama….
Ingatlah bahwa bersama kesulitan itu ada kemudahan, dan bersama kesabaran akan datang pertolongan Allah. Allah bersama orang-orang yang sabar. Jangan pupus harapan, wahai saudaraku… Jangan anda bersangka buruk kepada Allah!
Ingatlah kesabaran Ayyub ‘alaihis salam! Ingatlah kesabaran Ibrahim ‘alaihis salam dalam menghadapi tekanan dan permusuhan… Ingatlah kesabaran Ya’qub ketika kehilangan putranya Yusuf ‘alahimas salam… Ingatlah semakin berat cobaan itu pertanda semakin dekat pertolongan… Dan tidaklah pertolongan itu datang kecuali dari sisi Allah…
Sabar dalam menghadapi musibah ini walaupun pahit, karena anda akan merasakan manisnya buah dari kesabaran. Lebih manis daripada madu kesukaan. Barangsiapa yang menempa diri untuk sabar niscaya Allah jadikan dia orang yang sabar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan tidaklah seorang diberikan suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kebahagiaan itu terletak di dalam hati yang tenang dengan keimanan. Hati yang berhias dengan sifat sabar dan syukur. Hati yang merasakan lezatnya iman dengan ridha kepada takdir Allah. Hati yang berharap dan takut kepada Allah. Hati yang menujukan puncak perendahan diri dan ketundukan beserta puncak kecintaan kepada-Nya semata. Allah berfirman (yang artinya), “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (ar-Ra’d : 28)
Kebahagiaan hakiki bukan pada dinar dan dirham, bukan pada mobil mewah dan rumah megah. Kebahagiaan itu adalah kelapangan dada dan ketentraman jiwa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi aku khawatir apabila dunia dibukakan untuk kalian lalu kalian pun berlomba untuk meraihnya sebagaimana mereka/orang-orang sebelum kita berlomba untuknya lalu dunia pun membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (HR. Bukhari)
Benar, wabah ini menjadi pelajaran berharga bagi kita bahwa dunia ini sangat rendah dan hina. Seandainya dunia ini memiliki nilai di sisi Allah seberat sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum orang kafir walaupun seteguk air. Apabila hal ini kita yakini maka tentu saja musibah dunia yang menimpa akan terasa ringan dan dapat menjelma menjadi butiran-butiran pahala…